1) Sistem pembelajaran di Indonesia belum membuat
mahasiswa harus membaca buku, (2) banyaknya tempat hiburan, permainan, dan
tayangan TV yang mengalihkan perhatian mereka dari membaca buku, (3) budaya
baca memang belum pernah diwariskan nenek moyang kita, sedangkan budaya tutur
masih dominan daripada budaya membaca, (4) sarana untuk memperoleh bacaan
seperti perpustakaan atau taman bacaan masih merupakan barang langka, (5) tidak
meratanya penyebaran bahan bacaan di berbagai lapisan masyarakat (6) serta dorongan
membaca tidak ditumbuhkan sejak jenjang pendidikan praperguruan tinggi.
Perpustakaan sesungguhnya memainkan peranan penting
bagi terciptanya budaya membaca bagi mahasiswa. Perpustakaan merupakan jembatan
menuju penguasaan ilmu pengetahuan, dapat memberikan kontribusi penting bagi
terbukanya akses informasi, serta menyediakan data yang akurat bagi proses
pengambilan sumber-sumber referensi bagi pengembangkan ilmu pengetahuan. Dan
semua itu hanya bisa di dapatkan dengan cara membaca. Oleh sebab itulah, perpustakaan kampus
hendaknya didesain sedemikian rupa supaya mahasiswa dan civitas academika lebih
betah berada di sana. Perpustakaan harus mampu memenuhi dahaga para mahasiswa
yang haus akan ilmu pengetahuan dengan empat cara.
Pertama, menambah sarana dan prasarana perpustakaan, seperti adanya fasilitas dan jaringan internet atau wi-fi, memperbanyak ruang diskusi, dan memperbaiki ruang bacaan. Jika hal ini dapat diwujudkan, tentu akan menarik perhatian mahasiswa berkunjung ke perpustakaan. Dan sepertinya sudah banyak dijalankan oleh PTN dan PTS favorit di Indonesia akhir-akhir ini.
Kedua, memberikan pelayanan yang baik, ramah, dan bersahabat. Hal ini sangat penting mengingat para pengunjung adalah mahasiswa yang berpendidikan. Jadi jika ada pelayanan dari petugas yang kurang baik dan kurang memuaskan tentu mereka akan protes dan kurang nyaman dalam menggunakan fasilitas perpustakaan. Tingkatkan dan fasilitasi kotak kritik dan saran di perpustakaan.
Ketiga, tersedianya koleksi buku yang memadai. Koleksi bahan bacaan (buku atau literarur) merupakan komponen yang paling penting bagi perpustakaan. Koleksi yang harus dimiliki oleh perpustakaan minimal adalah buku wajib bagi setiap mata kuliah yang diajarkan dan jumlahnya harus memadai. Menurut SK Mendikbud 0686/U/1991, setiap mata kuliah dasar dan mata kuliah keahlian harus disediakan dua judul buku wajib dengan jumlah eksemplar sekurang-kurangnya 10 % dari jumlah mahasiswa yang mengambil mata kuliah tersebut.
Keempat, menciptakan iklim membaca di kampus. Lingkungan akademik yang kondusif akan mendorong mahasiswa untuk rajin ke perpustakaan. Hal itu bisa dilakukan, misalnya dengan cara dosen memberikan tugas membaca bagi mahasiswanya.
Jika perpustakaan dapat memberikan layanan yang baik dalam berbagai aspek dan menyediakan berbagai kebutuhan literatur yang dibutuhkan, maka mahasiswa akan banyak mendatangi perpustakaan. Lingkungan yang demikian memang tidak bisa diciptakan sendirian oleh perpustakaan, melainkan harus bekerja sama dengan seluruh warga kampus. Mari bergerak selamatkan minat baca anak bangsa melalui optimalisasi peran dan fungsi perpustakaan yang ideal dan berbasis teknologi modern.Semoga. (AWK 14).
Pertama, menambah sarana dan prasarana perpustakaan, seperti adanya fasilitas dan jaringan internet atau wi-fi, memperbanyak ruang diskusi, dan memperbaiki ruang bacaan. Jika hal ini dapat diwujudkan, tentu akan menarik perhatian mahasiswa berkunjung ke perpustakaan. Dan sepertinya sudah banyak dijalankan oleh PTN dan PTS favorit di Indonesia akhir-akhir ini.
Kedua, memberikan pelayanan yang baik, ramah, dan bersahabat. Hal ini sangat penting mengingat para pengunjung adalah mahasiswa yang berpendidikan. Jadi jika ada pelayanan dari petugas yang kurang baik dan kurang memuaskan tentu mereka akan protes dan kurang nyaman dalam menggunakan fasilitas perpustakaan. Tingkatkan dan fasilitasi kotak kritik dan saran di perpustakaan.
Ketiga, tersedianya koleksi buku yang memadai. Koleksi bahan bacaan (buku atau literarur) merupakan komponen yang paling penting bagi perpustakaan. Koleksi yang harus dimiliki oleh perpustakaan minimal adalah buku wajib bagi setiap mata kuliah yang diajarkan dan jumlahnya harus memadai. Menurut SK Mendikbud 0686/U/1991, setiap mata kuliah dasar dan mata kuliah keahlian harus disediakan dua judul buku wajib dengan jumlah eksemplar sekurang-kurangnya 10 % dari jumlah mahasiswa yang mengambil mata kuliah tersebut.
Keempat, menciptakan iklim membaca di kampus. Lingkungan akademik yang kondusif akan mendorong mahasiswa untuk rajin ke perpustakaan. Hal itu bisa dilakukan, misalnya dengan cara dosen memberikan tugas membaca bagi mahasiswanya.
Jika perpustakaan dapat memberikan layanan yang baik dalam berbagai aspek dan menyediakan berbagai kebutuhan literatur yang dibutuhkan, maka mahasiswa akan banyak mendatangi perpustakaan. Lingkungan yang demikian memang tidak bisa diciptakan sendirian oleh perpustakaan, melainkan harus bekerja sama dengan seluruh warga kampus. Mari bergerak selamatkan minat baca anak bangsa melalui optimalisasi peran dan fungsi perpustakaan yang ideal dan berbasis teknologi modern.Semoga. (AWK 14).
- Harga buku yang sangat mahal sementara kondisi
perekonomian masyarakat masih memprihatinkan. Orang tentu lebih memilih
membeli kebutuhan pokok sehari-hari dari pada membeli buku. Asumsi ini
tidak dapat dibenarkan sepenuhnya karena banyak orang yang secara ekonomi
telah mampu justru tidak membeli buku. Mereka lebih memilih membeli hand
phone terbaru (biasanya yang pakai kamera) buat anak-anaknya dari pada
membeli buku.
- Pola dan gaya hidup masyarakat kita yang memang
tampaknya selalu ingin unjuk diri, memamerkan akan kelebihan-kelebihan
dari segi materi. Kita belum pernah mendengar pujian misalnya “Wah bagus
benar bukunya, buku seperti itu sudah langka lho di pasaran”. Yang akrab
di telinga kita justru kata-kata seperti “ Wah bagus sekali hand phonemu.
Pengetahuan yang kita peroleh melalui membaca buku memang tidak bisa
tampak serta merta seperti pakaian misalnya. ia adalah asset yang
hanya dapat disimpan untuk sekali-sekali digunakan.
- Adanya kesalahan persepsi terhadap membaca.
Membaca dianggap sebagai pekerjaan yang membuang –buang waktu saja dan
tidak efektif. Bahkan orang yang rajin membaca mendapatkan julukan yang
aneh yakni kutu buku. Ia hanya dianggap sejenis serangga yang mengganggu
kehidupan orang-orang. Persepsi inilah yang harus diluruskan di masyarakat
Padahal membaca merupakan pekerjaan yang berat karena ia membutuhkan
konsentrasi tinggi dan olah pikiran yang tidak main-main.
- Kurangnya fasilitas membaca bagi masyarakat umum
yang dibangun oleh pemerintah. Program peningkatan minat baca sebagaimana
selalu didengungkan pemerintah tidak akan berdampak apa-apa tanpa
dibarengi dengan fasilitas bacaan untuk publik. Perpustakaan daerah hanya
satu dengan koleksi buku yang sangat memprihatinkan.
- Kurang tersedianya buku-buku yang berkualitas
dengan harga yang terjangkau juga menjadi faktor penyebab rendahnya minat
baca. Hal itu diperparah minimnya perpustakaan di tempat-tempat umum yang
mudah dijangkau. Juga kurang memadainya koleksi, fasilitas, dan pelayanan
yang ada. Termasuk, tidak meratanya penerbitan dan distribusi buku ke
berbagai daerah. Umumnya, buku-buku terbaru dan bermutu lebih
terkonsentrasi di kota-kota besar.
Kesimpulannya adalah :
- Minat baca masyarakat Indonesia, khususnya
anak-anak relatif rendah. Mereka lebih senang mencari hiburan pada acara
di televisi, warnet, mall, play station atau tempat hiburan lainnya
di banding membaca buku di perpustakaan.
- Minat baca perlu ditumbuhkan sejak anak usia
dini. Sejak mereka telah bisa membaca.
- Minimnya koleksi buku-buku di perpustakaan. Di
samping itu, perpustakaan yang ada tidak dikelola secara profesional.
- Jumlah perpustakaan tidak sepadan dengan jumlah
penduduk di Indonesia. Sebagai contoh tidak semua kota/kabupaten di
Indonesia memiliki perpustakaan daerah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar